Tuesday, October 29, 2013

Kilometer Nol, Sentul, Bogor 27-10-2013

Berawal dari membaca forum lagi dan blog dari pesepeda, saya penasaran ingin mencoba jalur yg nampaknya menjadi favorit para pesepeda di Jakarta dan sekitarnya, baik mountain biker maupun roadies. Favorit mungkin karena lokasi dan jarak tempuh treknya yang relatif dekat dan tidak memakan waktu yg lama.

Dulu sekali sebenarnya sudah sering teman yang waktu itu masih aktif bersepeda mengajak untuk mencoba trek ini, tapi mengapa tidak pernah terwujud, mungkin karena dahulu selalu mengambil trek yang jauh dari ibu kota dan panjang bisa seharian (Halimun, dll). Kali ini saya bersama seorang newbie yang bernama Yudi.

Setelah mencari informasi, diputuskan lah bahwa kami start dari parkiran mobil di Taman Budaya untuk terus mengikuti jalur yg sekarang sudah teraspal mulus melalui Bojong Koneng.
Karena start yang dimulai sekitar jam 14:00 dipastikan bahwa kami bakalan ditemani terik matahari yang menyengat, jadi jaket yang tadi dibawa diputuskan ditinggal saja (kesalahan besar!).

Saya sama sekali buta dengan jalur ini (nggak punya GPS, hello? kampungan deh), modalnya hanya bertanya saja dengan penduduk sekitar. Jadi setiap centimeter kami nikmati tanpa tahu apa yang bakal terjadi di depan, ikuti jalan saja.
Ketika frekwensi denyut jantung terasa sudah maksimal, dan teman seperjalanan saya Yudi tidak terlihat di belakang, saya putuskan beristirahat untuk menormalkan denyut jantung dan rehidrasi.

Lama menunggu, saya sedikit khawatir dgn keadaan si Yudi (ini pertama kalinya dia mountain biking walaupun onroad dan memakai pedal clipless) kenapa dia tidak sampai-sampai?. Kekhawatiran bertambah saat dia tidak bisa dihubungi via ponselnya, saya putuskan untuk menyusulnya ke bawah. Semakin turun dan turun saya tidak juga menemukan dia, semakin jauh dari tempat istirahat tadi kekhawatiran semakin bertambah. Namun akhirnya diujung sana terlihat sosok bersepeda hijau dengan helm lorengnya menggowes pelan.

"Bro, knp?" tanya saya. "Gak apa bro" jawab Yudi sambil berhenti. "Gw nyari yang dingin-dingin dulu deh" sambil nyengir dan memarkir sepeda dan beranjak menuju warung yang kebetulan ada di seberang jalan. "Kok jauh banget bro?" tanyaku lagi. "Iya bro, td gw ngos2an, kepala gw pusing, pas ngaso di depan tadi gw mutusin utk balik badan ke bawah, nungguin aja di parkiran" jawab Yudi.

Oalah, rupanya tadi dia hampir putus asa, menghadapi tanjakan yang seakan2 gak ada habisnya, secara dia juga masih terhitung newbie. "Tapi pas tadi gw turun, gw pikir gw coba lagi deh, biarpun pelan atau dorong" sambung Yudi lagi. "Memang tadi sudah sampai mana?" tanyaku lagi. Dia jawab, ternyata dia tadi istirahat tidak jauh dari tempat saya beristirahat juga, namun karena saya tidak terlihat dipikirnya saya sudah terlalu jauh meninggalkan dia, sampai dia memutuskan balik arah. Dia nggak tahu kalau kepala saya juga pusing dan nafas ngos-ngosan. Ada-ada saja.

Sambil menyemangati dia dan diri sendiri, kami melanjutkan perjalanan. Kali ini pelan-pelan dan istirahat dengan interval yang tidak terlalu jauh, karena kami buta dengan jalur ini. Pada istirahat yang kedua kami berkesempatan untuk mengambil foto dengan latar belakang kota Sentul dan Bogor di kejauhan.

In the Shade

Kelok demi kelok tanjakan yang tak terduga terus kami lewati (sambil berharap tidak ada lagi kejutan: sia-sia!), cuaca berubah dari terik menjadi berawan, namun terasa sekali kelembaban udara sangat tinggi, kali ini tenggorokan saya terasa sangat kering, warung sepanjang jalan terasa sangat menggoda untuk dikunjungi untuk mendapatkan minuman dingin yang dijual di sana. Namun posisinya tidak strategis karena berada di antara dua tanjakan yang berdekatan dan malah ada yg berada di tanjakan. Satu demi satu warung pun terlewati, sampai di satu warung dengan lokasi yg kami rasa pas, kami pun berhenti utk beristirahat.

Sambil menikmati minuman dingin dan pisang yang dijual, kami bertanya "Kilometer Nol masih jauh mas?". "Sudah dekat kok, itu kelihatan dekat warung itu" Jawab pengendara motor yang mampir untuk membeli sesuatu di warung tersebut. Setelah pengendara motor tadi menjawab dan pergi, tiba2 hujan turun...

Baiklah pikir kami, kami pun beristirahat sambil menunggu hujan reda. Lama kelamaan hujan menjadi deras, diselingi petir dan guntur yang susul menyusul, juga angin yang bertiup keras menerpa pepohonan dan air hujan yang turun. Cuaca yang berubah tiba-tiba tidak kami pikirkan sebelumnya, baju kami yang sudah basah akan keringat membuat suhu tubuh kami menjadi turun dan lebih turun lagi di saat badai begini.

Menyesal tadi jaket ditinggalkan. Semakin lama kami menunggu hujan reda, semakin kami menggigil kedinginan. Untung yang punya warung membuka terpalnya yang tadi digulung agar air dan angin terhalangi masuk ke warung, lumayan, walaupun kami masih kedinginan.
Hampir sejam hujan badai, namun tidak juga berhenti, badan juga sudah kedinginan. Sebenarnya kami mau saja untuk hujan-hujanan melanjutkan perjalanan, namun karena kami buta jalur seberapa jauh dan lama untuk sampai kembali ke mobil lagi, kami putuskan untuk menunggu reda sedikit, karena cuaca saat itu sedang mengamuk kurang baik bagi kami untuk lanjut.


Stranded in the Storm Pt. 1

Akhirnya hujan sudah agak reda, kami putuskan untuk lanjut, biar badan juga gak kedinginan. Sampai ditanjakan akhir di pertigaan dekat dengan sebuah pos dan warung, kami kebingungan ke arah mana kami terus. Saya bertanya ke ibu pemilik warung "Ke Kilometer Nol arah mana bu?". Si ibu menjawab "Ini sudah di Kilometer Nol dik, itu ada tiangnya" sambil menunjuk ke arah belakang kami.
Tidak lupa megucapkan terima kasih kami berbalik arah beberapa meter utk mengecek lokasi, di saat yg sama hujan kembali turun dengan derasnya. Dan lokasi kami temukan, namun keinginan untuk mengabadikan momen di tiang Kilometer Nol saat itu pun harus ditunda...

Stranded in the Storm Pt. 2

Hujan yg sudah agak mereda tadi ternyata bukan pertanda bahwa hujan akan berhenti, di warung kosong dekat pertigaan tiang Kilometer Nol itu kami harus kembali berteduh karena hujan badai yang lebih deras dari sebelumnya. Petir dan kilat lebih sering terjadi dan angin membawa air hujan masuk sampai ke dalam warung kosong tersebut, kami sampai harus mundur masuk ke dalam untuk menghindarinya.

Suhu badan kami yg tinggi setelah gowes, membuat badan kami tidak terlalu kedinginan walaupun pakaian sudah agak basah terkena hujan tadi. Namun kekhawatiran untuk kedinginan timbul melihat cuaca yang begini, ditakutkan kalau hujannya lama. Dan memang lama...

Setelah hampir satu jam hujan pun mereda, kesempatan bagi kami untuk berfoto dan kemudian bersiap untuk melanjutkan perjalanan pulang setelah bertanya arah kepada pengendara motor yang tadi berteduh bersama kami. "Biasanya kalo pagi banyak yang gowes kesini mas, tapi kebanyakan dari arah sebaliknya" kata pengendara motor tadi..


The Fabled Sign


Happy to Conquer

Dan kami pun melanjutkan perjalanan (yakin akan jalur yang akan dilalui di depan setelah mendapat informasi) sambil menembus hujan yang masih turun dengan jalanan yang basah menuju mobil. Sesampai di parkiran hari sdh gelap, setelah mengganti baju dengan yang kering kami melanjutkan ke pemandian air panas di Gunung Pancar.

Mandi air panas setelah kedinginan karena kehujanan adalah hal yang terbaik yang terjadi malam itu. Kemudian dilanjutkan makan sate kambing empuk yang terkenal di daerah itu apalagi ditambah ada seseorang yang cantik yang bersedia menemani kami makan malam, sebelum kami kembali ke rumah.

Lain kali kami akan coba lagi, melalui arah sebaliknya...
Stay Tuned.

*music playing: Kembali ke Jakarta - Koes Plus